Belantara Rumah Bambu


BELANTARA RUMAH BAMBU

KECENDERUNGAN GLOBAL YANG SEDANG TERJADI PADA ABAD INI, PEREBUTAN ESISTENSI MENUJU KESEMPURNAAN TAHTA. KECAMUK YANG TERJADI DALAM POLITIK DISAAT INI MEMBUAT  SEMUANYA MENJADI SAMAR.

OPENING

BERAWAL DARI SUARA-SUARA YANG DATANG DARI KEGELAPAN MALAM. TAK LAMA KEMUDIAN CAHAYA REDUP MUNCUL DARI PANGGUNG MENYOROT KEPADA GUBUK KECIL/ RUANG HAMPA YANG KOSONG. DATANG SI DUNGU SEDANG MERATAPI SESUATU. MALAM SEMAKIN HENING REMBULAN SEMAKIN TERANG MENYINARI SUASANA DISEKITAR GUBUK. SI DUNGU MERATAPI SESUATU MEMANDANG BENDA YANG DIPEGANGNYA,MENATAP CAHAYA REMBULAN YANG BERSINAR BERHAYAL MENUJU AWANG-AWANG.

GRADASI SUASANA

SUASANA SEMAKIN KELAM RIUH WANGI PANDAN TERURAI DIIRINGI MUNCULNYA SOSOK-SOSOK. DATANG DARI KEGELAPAN SOSOK-SOSOK ITU MENARI DENGAN GEMULAINYA MENGITARI SI DUNGU BERPUTAR MENGISI PENUH IMAJI SI DUNGU SAMPAI PERLAHAN MALAMPUN BERLALU

SUASANA PESISIR PANTAI RIUH GEMURUH OMBAK DITEMANI CAHAYA MALAM MUNCUL SOSOK WANITA BERDIRI TERMANGU DI DEPAN PINTU SOROT MATA YANG PENUH DENGAN PENANTIAN MENATAP JAUH MENDEKAP RIBUAN HARAPAN.

MAE                : “ Kenapa Penantian Begitu di harapkan oleh sebagian orang-orang? duduk, diam,

tenang dalam kemapanan “

KEMBALI PADA HARAPAN

Mae                 : “ Harapan tetap sebuah suluh yang menjadi api bagi keyakinan kita tuk

melanjutkan langkah “

DIAM HENING, BERSERABUT SEGALA PENANTIAN  DAN HARAPAN, TERUS MENANTI. HARAPAN.

Mae                 : “ Sekarang,,,, (LAYU) Akupun tak ada upaya selain menanti harapanku tiba, iya!”

( CEMAS, JANGAN SAMPAI HARAPAN TAK DATANG )

BERDIRI , WAJAHNYA MULAI MENAMPAKKAN KEGELISAHAN

Mae                 : “ Sudah Berapa lama dia pergi, mengikuti apa yang ku mau. Iya, memang akulah yang memintanya. Akulah yang menghendaki dirinya pergi. Dia sungguh, manusia yang paling setia, dan  Paling berbakti terhadap sesama. Apalagi terhadap Saya”.

SEPERTI MENGENANG SAAT KEHENDAK ITU MUNCUL

Mae                 : “ Saat itu,,,,,(SEPERTI MENYESAL) Aku merengek seperti hawa menuntut kepada

adam tuk memetik buah huldi. Tapi, Wajar Saja,,,,!! Sudah lebih berpuluh tahun ku

hidup tanpa teman di rumahku sendiri, aku seperti terasing, kadang terjerembab dalam

lingkaran fikiranku sendiri. Iya, sendiri. (TAK LAGI PENYESALAN, mengiris)

Keyakinanku hanya menjadi irisan Ragu dalam fikiranmu. Kau slalu saja mengembara

menjelajahi ruang kehendakmu. Aku…  ”

TIBA-TIBA SEPERTI TERSADAR, BAHWA KEHENDAKNYA SAAT ITU

ADALAH SEBUAH KEWAJARAN

Mae                 : “ Tapi,,,! Toh  Akupun tak pernah melarang penjelajahan

dan Pengembaraanmu kan??.

Aku tak pernah membencimu, meskipun pada kenyataannya kau lebih asyik dengan

cerita-ceritamu tentang datangnya hari KEBANGKITAN itu, di hari kebangkitan itu

kita tidak akan menemukan pertanyaan-pertanyaan yang bersilang serabut dengan

kenyataan. Tak ada lagi Samar. Kenyataan, MUTLAK! Katamu sambil membalikkan

badan, terus memandang kearah langit dari jendela reyot itu. Kau bilang, kita pasti akan kesana. Dan kau… ya, kau yang kan Tahu akan datangnya masa itu, kaulah yang menunjukkan jalannya, sambil kau menoleh tajam menatapku. Dan di situ,,, selalu ketika seperti itu, aku terlambungkan. Hee..kau paling bisa. I Love U…“ (MANJA)

(TERINGAT)

Mae                 : “ Tapi, Knapa aku harus menunggu hingga tak lagi ku kenali dunia, tuk melihat kedatanganmu di muka pintu itu….!! Knapa?! Knnapaa…A..ku, ha..r..u..s.. me…n…ungg….uuuuu!!! (MENYESALI, MERATAP, MERAUNG, MIRIS)

ISAK MEREDA

KEMBALI TERDUDUK MENATAP HARAPAN.

SESAAT, BANGKIT MENGEJAR HADAP, ARAH CAHAYA ( LAUTAN JUGA BOLEH..HE,HE,HE)

SEDIKIT ADA PUTUS ASA. SEPI.

Mae                 : “ Wahai anak manusia yang berjenis kelamin laki-laki….!! Kenyataan harapanku hanya

Bisa terwujud karenamu. Jika saja saat itu, aku sendiri yang menunaikan Kehendak atas

rengek  dan tangisku itu. Kau, pasti yang sekarang sedang Terus menantikan Harapan.

Seperti aku Sekarang. Terus menunggu. Kenapa kau Terlalu setia, Kenapa saat itu kau

menghiraukan aku. ( MENANGIS ) Biasanya Kau tak pernah menghiraukan

gerak,tingkah, dan kata-kataku, kau asyik dengan kebahagian-kebahagiaanmu.”

MELEMPARKAN HARAPANNYA PADA JALAN KEPERGIAN…

Mae                 : “ Kembalilah…Wahai anak manusia berjenis kelamin laki-laki!!  bukankah saat ini

adalah waktu yang kau janjikan tuk bawakan harapanku dari tangis rengekku?? Aku

Yakin kau tak melupakan itu. Tak ada manusia saat ini yang mengalahkan

kesetiaanmu. Pulanglah….!! (TERSADAR) Atau aku,…….. ”

DIAM TERTUNDUK, KEMBALI TERJADI PERGUNCANGAN KEHENDAK HATI DAN PERASAANNYA ATAS SEMUA YANG ADA. SEKALI-KALI MENGELUS PACULNYA. SAYANG. TEMAN SEJATI. KINI.

( Lampu meredup, menuju black out Kembali tampak Gubuk Kecil/ruang Hampa  yang kosong.Selintas memang. Kembali seluruh lampu meredup.

DATANG SEORANG BAPAK TUA DENGAN CAPING DIKEPALANYA MENUTUPI CAHAYA MATAHARI YANG BEGITU MENYEGAT.DENGAN LANGKAH LUNGLAI BAPAK ITU MEREBAHKAN TUBUHNYA DISELA-SELA POHON. TIBA-TIBA MATANYA TERFOKUS KE SATU TITIK MENATAP DENGAN PENUH RASA BENCI.

Iam Kiam         : “ Berpuluh tahun, mungkin abad aku telah kelilingi bumi. Entah telah berapa banyak

Rawa dan belantara aku lewati. Kata-katamu adalah sesungguhnya kehendakku,

semenjak kita belum bersama. Kehendak atas akan datangnya Hari Kebangkitan, kita

kan dibangkitkan lagi. Tak akan ada lagi pertanyaan yang berserampangan dengan

kenyataan. Di Sana nanti semua menjadi nyata. Pasti. Mutlak. Tak ada lagi

samar_Dhoi’ef. Dirimu ku yakin takkan berpaling dariku. Bukankah yang Kulakukan

karena kehendakmu. ( BERDEBAT DALAM DIRI) Atau Kehendakku??!. ( HENING)

Mungkin kau sering berfikir, kalau aku tak pernah memperhatikanmu. Kalau aku selalu

asyik dengan duniaku. (SEBENTAR) Tapi bukankah dengan ku slalu bersikap begitu,

sebenarnya juga yang slalu kau harapkan? Kaupun bisa asyik dengan duniamu.

(SEBENTAR) Kau selalu bilang, anakku kelak adalah seorang Perempuan yang tangguh,

Bermatabat. Berani Laksana Ken arok, kuat laksana Ghandi, Cerdas seperti Einstien, tapi

tetap lemah lembut seperti Arjuna, Melindungi seperti Dewi Kunti. Di situlah,, Ya, slalu

mulai dari itu Ku lebih suka tak menghiraukan kata-katamu. (DENGAN NADA

MENINGGI) Melahirkan generasi hanya akan menambah kehancuran smesta ini….!!!”

SEPERTI MEMENDAM AMUK BENCI,

Iam Kiam         : “ Kenapa belum saja generasi itu terlahirkan, kau telah mendidiknya dengan fikiran-

fikiranmu. Kau sesungguhnya sedang mengharapkan lahirnya dirimu  kembali pada diri

generasimu. Kau hanya berusaha mencetak adonan roti itu sesuai dengan

kehendakmu. Bukankah dia adalah Generasi, mahluk yang memiliki hak sepenuhnya

atas dirinya! ( DIAM, MEREMAS PACULNYA DAN MENUMPAHKAN LEDAKAN

AMARAH PADA TEMAN SETIANYA, PACUL ).

MARAH, BENCI, LELAH, RESAH, SEMUA TERTAHAN… DAN HANYA BISA DIAM. KETIKA MEREKA YANG BERKECAMUK DI DALAM HATI ITU TAK TERTAHAN, LALU DENGAN APA HARUS TERTUANG?? KATA TAK ADA. LELAKI BERTOPI CAPING MELANJUTKAN LANGKAH-LANGKAH BERATNYA.

Iam KIam        : “ Betapa Setianya ku padamu, Betapa brbhaktinya diriku, tapi sekaligus SeBesar itu

Pula Benciku Padamu, Aku akan tetap meniti langkah melintasi samudra, menjelajahi,

kesesatan, Beralaskan Keyakinan akan datangnya Hari Kebangkitan.

( SAMBIL MELANGKAH EXIT) ……..OOOOiiiiiiyyyyyy !! aku pasti

menemuimu……!!!! “

PERJALANAN ADALAH KENYATAAN YANG TAK MUNGKIN TERNAFIKKAN.

( Lampu Hendak meredup, menuju black out samar Kembali tampak Gubuk Kecil/ruang Hampa  yang kosong.Selintas memang. Kembali seluruh lampu meredup).

TEMARAM, HENING, BEGITU SYAHDU. ANGIN BERHEMBUS MENGIRINGI LANGKAH-LANGKAH LEMBUTNYA, DEWI HARAPAN, ASYIK MENARIKAN GERAK PENARI RONGGENG. SATIR .. MENARI, MENARI, MENARI, TERUS SAJA MENARI…

DEWI HARAPAN, MELIUKKAN TARIANNYA, BERGERAK TERHANYUT, TERDESAK DALAM KETEDUHAN. MIRIS. LEMBUT…MENEMBUS DAN MENINGGALKAN ALAM LOGIKA.

Icha Suricha                 : ( BERSENANDUNG)  “Sang fajar terbit, sang raja langit berada tepat di atas

kepala, mulai meredup, senja tiba, makin gelap, langit hitam, mencekam”.

TERUS SAJA MENARI (BERSENANDUNG/ GUMAM/ atau apa ajalah namanya..hehehhe..), MASIH DENGAN KGELISAHAN YANG TERSEMBUNYI DI BALIK WAJAH NAN AYU DAN GEMULAI TUBUH YANG ELOK.

SUARA-SUARA         : marah itu sangat tersimpan rapi dalam indahnya tarian jiwa..

Indah,, meredamkan segala kekacauan

Symbol moralitas yang terjaga di tengah morat maritnya dunia..

Suara –  suara terus mengiang , memecahkan telinga.

DEWI HARAPAN TERUS KESETANAN MENARI. GEMULAI. LEMBUT. TAPI MENGIRIS LUKA.

ANGIN MENGIRINGI KEKACAUAN HATI ITU MENUJU PUNCAK AMARAH YANG DAHSYAT.

DEWI HARAPAN MENGHANCURKAN SEGALA YANG ADA. HARAPAN- HARAPAN BETERBANGAN.

GEMURUH, DERU MESIN, SUARA-SUARA PIDATO, SMUA BANGUNAN RUNTUH….KRODIT.

SIRINE MEMEKAKKAN TELINGA, DEWI HARTAPA MAKIN MEMUNCAK DALAM TTARIAN KEHANCURAN. SEMUA HANCUR LEBUR.

Black out

Mae                 : “ Aku tidak bisa hanya menunggu!! Bukan Berarti aku tak percaya padamu. Tapi,

Penantian hanya melahirkan Kesemrawutan Lintang lalang fikiran…Fikiran…Fikiran..!!

Wahai Harapanku…..! Kita Pasti kan Dipertemukan…! Meskipun kau memilih jalan

yang beralinan arah, Kau Tahu Persis bagaimana harus mengorbankan diri, Dan aku tahu

persis bagaimana harus menerima….!!

BERGERAK TERUS MENUJU LANGKAH-LANGKAH, MELINTASI BELANTARA, MELABUHKAN DIRI PADA TEBING DAN CADAS.

JI_PAN            : “Hanya karena aku tak hendak lagi menunggu? Hanya karena aku tetap memegang

teguh keyakinan tuk menjemput? hanya karena aku ingin menemukan hari

Kebangkitan?! Kalian bilang aku akan merusak Keharmonisan KEYAKINAN ALAM

SEMESTA ?!”

SESEORANG YANG TERANIAYA,TERSIKSA OLEH SEKELOMPOK MANUSIA YANG TIDAK SE_ADAB. DI AASINGKAN TERKURUNG SENDIRI MENCACI,

JI_PAN            : “Woiiyy,,,,,!!! Kita tak boleh hanya menunggu. Kalian akan menyesal saat hari

Kebangkitan Itu akan Datang..!! Kalian tidak akan menemukan Kenyataan..! Mutlak.

Mutlaaak!!, Teruslah kau hisap bius racun duniamu itu…! Kalian hanya akan menjadi

mahluk yang maha meragu!!”

KARMA-KARMA FEODAL TERUS MENYIKSANYA. SPORADIS !!

PEREMPUAN YANG MENUNGGU DAN DITINGGALKAN KINI MENCARI, TERUS MELAFALKAN KEYAKINANNYA.

BO_AT                        : “Bukankah Saat terbuang dan terasing, terpenjara dan TERPINGGIRKAN, Kita akan

lebih Mengenali ketegaran diri kita Bukankah saat sendiri, kita justru lebih mengenali

diri kita sendiri. TAK LAGI ADA AKU, MEREKA, mahluk tuhan yang dinamakan

manusia!! Banyak Hal yang bisa kita tanyakan pada diri kita sendiri.

H A R M O N I. . .??!!

Harmoni….!!!

dan harmoni lahir dari pergulatan menghendaki kontradiksi.

BO_AT            : “Kau Tahu Persis bagaimana harus mengorbankan diri, Dan aku tahu persis bagaimana

harus menerima” ( TERUS BERGERAK, MENCARI, MENITI LANGKAH,

MELEWATI SGALA BELANTARA, MENEMBUS TEBING DAN BUKIT,

TERPELANTING ) Kita pasti dipertemukan, meski bukan sekarang. Tapi pasti……!!

Dan aku tak mau hanya menunggu, aku harus menjemput! Aku akan menjemputmu.

LANGKAH-LANGKAH TERSEOK, KEYAKINAN UTUH

­BO_AT                        : “ Teruslah dalam Duniamu…..aku kan menemukan keabadian pada duniamu.

Dan kaupun menemukan Keabadian pada Duniaku, pada mimpi-mimpiku, pada

rengek dan isak Tangisku”

TERUS MENCARI, MENURUNI, MENYELAMI…

SEMENTARA SANG LAKI-LAKI TERUS MENGGELEPAR DALAM DUNIANYA, MENIKMATI, TERUS HANYUT DALAM KESAKITAN YANG ADIKS.

KESEMRAWUTAN SUASANA, ORANG-ORANG DI HANTUI KECEMASAN, DEWI HARAPAN TERUS MELENGGOKKAN TUBUHNYA DALAM TARIAN BADAI.

EKSEKUSI PENBUNUHAN RAGA SELAMA LAMANYA. MATI UNTUK KEMENANGAN SEJATI, BERANI BERDIRI DI TENGAH BUAS BINATANG JALANG, ANJING YANG MELOLONG, DAN JANGKRIK YANG MENGEKRIK.

SEMUA TOKOH LAKI                       :  “( Setengah menggumam) Aku Tak ragu dan tak akan Lagi

hanya menunggu, kau…….??”

BERGERAK, MENCARI KEYAKINANNYA.

SEMUA LINTANG PUKANG MEYAKINI KEYAKINANNYA. MERATAP, MEMIKIRKAN, MERENUNGI, TAK MAU DIAM. SUARA-SUARA SAMAR, BERSELIWERAN. LANGIT TERBELAH, BUMI AMBL;AS,  AIR MELUAP, RUNTUH.

Black out

PERAHU, LAYAR TERKEMBANG…..

SEMUA BERGERAK, BERGERUMUL DENGAN PENGABDIAN DAN KESADRAN YYANG UTUH. SAMBIL TERUS LAMAT-LAMAT MELAFALKAN KEYAKINANNYA. BERGERAK MENAIKI PERAHU.

Penyair : “ Lihatlah, Perjalanan Kita menuju sampai Sobat…..”

E. N. D

BELANTARA; RUMAH; BAMBU

DALAM ejaan eL HAK 1

Teater Korek, 26 Desember 2009

Satu tanggapan untuk “Belantara Rumah Bambu”

  1. BELANTARA RUMAH BAMBU

    Kecenderungan global yang sedang terjadi pada abad ini, perebutan esistensi menuju kesempurnaan tahta. Kecamuk yang terjadi dalam politik disaat ini membuat semuanya menjadi samar.

    OPENING

    Berawal dari suara-suara yang datang dari kegelapan malam. Tak lama kemudian cahaya redup muncul dari panggung menyorot kepada gubuk kecil yang kosong. datang si dungu sedang meratapi sesuatu. malam semakin hening rembulan semakin terang menyinari suasana disekitar gubuk. Si dungu meratapi sesuatu memandang benda yang dipegangnya,menatap cahaya rembulan yang bersinar berhayal menuju awang-awang.

    GRADASI SUASANA

    Suasana semakin kelam riuh wangi pandan terurai diiringi munculnya sosok-sosok datang dari kegelapan sosok-sosok itu menari dengan gemulainya mengitari si dungu berputar mengisi penuh imaji si dungu sampai perlahan malampun berlalu

    1. Suasan pesisir pantai riuh gemuruh ombak ditemani cahaya malam muncul sosok wanita berdiri termangu di depan pintu sorot mata yang penuh dengan penantian menatap jauh mendekap ribuan harapan.

    2. Datang seorang bapak tua dengan caping dikepalanya menutupi cahaya matahari yang begitu menyegat.dengan langkah lunglai bapak itu merebahkan tubuhnya disela-sela pohon. Tiba-tiba matanya terfokus ke satu titik menatap dengan penuh rasa benci.

    Marah, benci, lelah, resah, semua tertahan… dan hanya bisa diam. Ketika mereka yang berkecamuk di dalam hati itu tak tertahan, lalu dengan apa harus tertuang?? Kata tak ada

    Angin mengiringi kekacauan hati itu menuju puncak amarah yang dahsyat. Menari, menari, menari, terus saja menari…

    Sang fajar terbit, sang raja langit berada tepat di atas kepala, mulai meredup, senja tiba, makin gelap, langit hitam, mencekam, terus saja menari, masih dengan kgelisahan yang tersembunyi di balik wajah nan ayu dan gemulai tubuh yang elok..

    Amarah itu sangat tersimpan rapi dalam indahnya tarian jiwa..

    Indah,, meredamkan segala kekacauan

    Symbol moralitas yang terjaga di tengah morat maritnya dunia..

    Seseorang yang teraniaya,tersiksa oleh sekelompok manusia yang tidak beradab,dan di aasingkan terkurung sendiri mencaci,memaki mencemooh hingga terlelah sendiri sampai akhirnya tiba untuk eksekusi penbunuhan raga selama lamanya.

    Mati untuk kemenangan sejati, berani berdiri di tengah buas binatang jalang, anjing yang melolong, dan jangkrik yang mengekrik.

    Mati,mati,matilah kau…….

    Karya : semua actor BRB

    Hatta : 27 Des 2009, via pesan fb

    “Dimana ruas-ruas yang tak pernah kau tampakkan hingga kau mati diujung…..
    Lahir tak dimengerti oleh diri,……
    Diamuk porak porandakan keserakahan,…..
    Asap menebal, menembus, membakar nafas-nafas tak berdosa”

    Kita adalah sama, dari rerumputan yang diinjak paksa.
    Muncul bagaikan duri tajam. Dan berhatilah…..
    Sayup suara merobek telingan, daun berjatuhan berhamburan.
    Berserah dan menunduk untuk kedamaian, karena aku tak pernah mati.

    Mereka tergeletak lesu,….. Manadahkan air mata,….. Apa yang dirasa,….. Semua bisu,….. Tak satupun jawaban pasti.
    Apa yang sebenarnya terjadi hari ini, kitapun tidak tahu,….dan apa yang semestinya kita lakukan,…..kita pun tidak tahu,….hanya sebuah impian saja
    “Awan terus menghitam”
    Telah mereka hancurkan rumah harapan kita Telah mereka campakkan jendela keluh dan ratap kita Hingga tak ada yang mesti kuceritakan padamu lagi tentang laut itu di sana, yang naik dan menarik ketenteraman ke tepi
    Adakah yang namanya manusia pada malam menjelang pagi.
    Lelaki itu lelap di perut bumi,…..dengan air mata dan menetes deras, darah dan keringat bercampur,……”Apa yang sedang dirasa, tapi tak Terasa”……Ohhhhhh, dengan baju compang camping, sepertinya habis berkelahi, tp kenapa ????? Tak lama berselang dari sebelah barat dengan bayang ranting pohon bambu, matahari memancar.
    Tapi tetap saja kita membisu atau berserakan Menunggu ketakpastian.
    Mereka kini semua sudah di tepi sebuah ngarai,….dengan mata terpejam…..
    Kokok ayam dan embun pagi tak lagi bermakna,…..
    Perempuan disibukkan dengan bara api, depan tungku muka menghitam,….
    Meniup dengan nafas-nafas tak beraturan.

    Riuh melambai tangan-tangan tak berkesudahan,……menggapai harapan stiap harinya….

    Ketika malam tiba engkau menebas bambu itu,…..
    Oh,….dosa apa yang telah diperbuat, ia adalah istri dari anakku, ia adalah darah dagingmu.
    Segera ucapkan do’a kepada leluhurmu, bakar ikatan itu lalu kau cuci dengan mata air.

    Suara itu selalu hadir ketika malam tiba, entah…..
    Apa ada orang diluar sana?????
    Masihkah???

    Suka

Tinggalkan komentar